Eksotisme Perkampungan Suku Baduy Dalam

By 15.18 , ,


Baduy merupakan desa yang terletak di Provinsi Banten. Tidak banyak orang yang melakukan perjalanan ke desa- desa ini. Selain daripada destinasi wisata di propinsi lainnya misalnya wisata riau.



Alhamdulillah saya dan teman- teman di awal tahun 2009 berencana melakukannya, karena jujur saya pribadi sudah lama sekali tidak melakukan perjalanan “refresing” ke alam bebas. Alhamdulillah hari itu Minggu, 8/3/2009 pukul 08:30 saya dan teman lainnya akan melakukan persiapan perjalanan setelah 1 malam sebelumnya kami menginap di salah satu rumah warga di Desa Ciboleger dan ditemani salah seorang guide dari masyarakat lokal bernama kang ubad.


Dari informasi sebelumnya yang telah saya dapatkan, di Baduy Dalam sekarang sedang ada acara adat Kawalu, yaitu seperti Nyepi selama 3 bulan dan sudah berlangsung selama 1 bulan. Selama prosesi kawalu berlangsung biasanya tidak boleh ada orang luar yang masuk, namun lain halnya persepsi dari kang ubad dengan nada santai “gampang, kita liat aja nanti”.

Perlengkapan pun di siapkan termasuk 3 buah kamera yang siap kami jinjing, semua saya bawa karena rencananya saya dan teman lainnya akan menginap di Baduy Dalam.
Dari lokasi desa di kaki bukit yakni Desa Ciboleger kami bergegas ke Jaro atau yang biasa kita sebut Pak Lurah. Kondisi tempat Jaro seperti rumah tinggal pada umumnya di Baduy dengan arsitektur panggung namun lebih ramai di bandingkan dengan rumah di sisi lainnya.

Pendaftaran dan misi menuju ke kampung Baduy Dalam pun saya utarakan dengan menulis maksud dan tujuan di dalam buku yang telah mereka persiapkan. Memang untuk beberap hal seperti buku, elektronik dan sebagainya masih dalam batas toleran untuk mereka gunakan di desa Baduy Luar namun tidak dengan listrik dan lampu.


Desa pertama yang saya lalui adalah Desa Keduketug dengan desa selanjutnya adalah Sahulu, Balimbing dan Desa Marengo pada pukul 10.20

Disalah satu bagian punggung bukit sempat terlihat hamparan padi yang di jemur diatas batang batang kayu dan ini merupakan tradisi yang sampai saat ini masih di pegang teguh oleh masyarakat Baduy yakni mereka masih menyimpan hasil panen padi mereka selama 30 tahun.


Desa ke-4 yang saya lalui adalah Desa Gazebo pada pukul 10:35, desa ini tepat berada di samping aliran sungai yang berwarna hijau dan hamparan bebatuan yang sangat besar. Beberapa saat kemudian perjalanan saya lanjutkan dengan menyeberangi jembatan bambu penghubung dari 1 desa ke desa lainnya.




Tepat pukul 13:20 akhirnya saya dan teman- teman sampai di jembatan terkahir penghubung antara desa Baduy Luar dan Baduy Dalam. Ada beberapa aturan  yang sangat dilarang jika seseorang masuk kedalam desa Baduy Dalam seperti misalnya handphone dan kamera, sesekali salah seorang tim kami merayu kang ubad untuk bisa berbicara dengan orang suku Baduy Dalam yang bisa di ajak berfoto dengan tim rombongan.

Perjalanan untuk menuku perkampungan Baduy Dalam ternyata belum sampai disitu karena saya dan teman lainnya harus melewati beberapa punggungan bukit dan lembah yang terjal yang pada akhirnya pada pukul 14:00 kami tiba di sebuah rumah yang ternyata sedang dihuni oleh 4 orang anak kecil yang di jaga oleh kakak tertua laki- laki. Dalam tradisi Suku Baduy Dalam biasanya pada siang hari orang tua mereka berladang sehingga untuk menjaga keluarga di bebankan kepada anak tertua.

Berikutnya adalah Desa Cibeo pada pukul 14:50 yang saat itu beberapa ladang telah ditinggalkan masyarakat Suku Baduy Dalam karena pernah terjadi kebakaran hebat yang melanda ladang – ladang tersebut.

Akhirnya kami tiba di Desa Cibeo Baduy Dalam salah satu desa yang banyak terdapat kepala keluarga mungkin berkisar 20 kepala keluarga. Pemandangan pertama yang membuat saya terkesima adalah arsitektur rumah suku ini tidak menggunakan paku namun tersusun sangat rapih. berderet rapi mungkin sekitar 6 rumah berbanjar saling berhadapan dengan satu rumah panggung agak sedikit besar yang berada di tengah- tengahnya dan dikelilingi dengan rumput hijau nan halus di depan pelataran rumah panggung tersebut.

Langkah pun kami arahkan ke kerumunan laki- laki besar mungkin sekitar sepuluh orang dengan pakaian serba hitam dan ikat kepala hitam dan mereka sedang memasah air dan menghisap rokok. Tentu dengan rasa agak sungkan saya memeprkenalkan diri dengan diselimuti rasa penasaran tentang apa yang sedang mereka lakukan berkumpul di siang hari. Dan ternyata di dalam kerumunan laki- laki tersebut ada salah seorang tetua adat yang setelah di jelaskan bahwa mereka sedang melakukan apa yang biasa kita sebut siskamling atau ronda.

Ronda biasa dilakukan oleh laki- laki kepala keluarga Suku Baduy Dalam ketika hari sedang siang dimana istri- istri mereka sedang bekerja di ladang. Ronda dilakukan untuk menjaga keadaan di kampung mereka agar tetap bebas dari pencurian.

Setelah lama berbincang saya dan teman lainnya berencana untuk kembali ke Desa Ciboleger tempat dimana titik awal saya berangkat dengan sebelumnya kami membeli beberapa cinderamata dari beberapa rumah pengrajin di Suku Baduy Dalam ini. Perjalanan kami lanjutkan untuk kembali karena tidak mungkin mengejar perjalanan lainnya yang bisa melebihi dari tiga puluh desa apabila kami berencana untuk singgah disemua desa tersebut.

Akhirnya saya dan teman lainnya tiba di rumah tempat awal berangkat pada pukul 21:20. Perjalanan ini saya lakukan setelah hampir 6 tahun tidak melakukan perjalanan di alam bebas. Semoga perjalanan ini dapat membuat anda bersemangat untuk menikmati keindahan alam Indonesia lainnya dan semoga anak- anak kami Fahira Ghaisani dan Fathan Adlie Alghifari menjadi anak- anak yang tangguh yang dapat menjalani kehidupan dengan pantang menyerah amin.

Affiliate © 2014 189Words.com

You Might Also Like

1 komentar